Wednesday, March 5, 2008

Enterobacter Sakazakii vs Menkes

Temuan peneliti dari Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 dan dirilis disitus IPB pada tahun 2008, yang menyatakan ditemukannya sejumlah susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter Sakazakii membuat muka Menkes merah padam dan berkomentar sekenanya. Antara lain, bahwa percobaan itu dilakukan ke Mencit (Tikus) dan penelitian yang dilakukan oleh Dokter Hewan itu tidak tepat.
Menkes telah melakukan pelecehan terhadap profesi Dokter Hewan. Memang sudah kewajiban peneliti untuk melakukan penelitian dan mempublikasikannya. Seharusnya Menkes tidak perlu panik, memang tidak 100% susu formula steril. Karena akan menjadi sangat mahal dan merusak kandungan vitamin yang dicampur ke susu formula.

Komentar Menkes mengingatkan kembali ketika terjadi wabah flu burung dan formalin ramai dibicarakan. Bagaimana kabarnya bu kedua kasus sebelumnya ? Apa perlu diadakan penelitian ?

Pengurus Besar Dokter Hewan Indonesia (PDHI) menyatakan, bahwa pernyataan Dokter Hewan tak tepat dalam meneliti cemaran mikroba terhadap susu formula dan makanan bayi adalah salah.
Kedokteran Hewan adalah ilmu yang mendalami penyakit pada hewan hidup dan produk hewan (daging, susu, telur, dan kulit) yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Penelitian ini dilakukan individu berprofesi Kedokteran Hewan yang disumpah dan berkode etik




Ini hasil kutipan dari situs IPB :

Peneliti Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terdiri dari Dr. Sri Estuningsih, mengungkapkan sebanyak 22,73 persen susu formula (dari 22 sampel) dan 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan antara April - Juni 2006 telah terkontaminasi Enterobacter sakazakii. " Sampel makanan dan susu formula yang kami teliti berasal dari produk lokal," kata Estu. Menurut Estu, selain dirinya, beberapa staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang bergabung dalam penelitian ini antara lain: Drh.Hernomoadi Huminto MVS, Dr. I.Wayan T. Wibawan, dan Dr. Rochman Naim.

Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, isolasi dan identifikasi E.sakazakii dalam 22 sampel susu formula dan 15 sampel makanan bayi. Tahap kedua, menguji 12 isolat E.sakazakii dari hasil isolasi dan kemampuannya menghasilkan enteroksin (racun) melalui uji sitolisis (penghancuran sel). Dari 12 isolat yang diujikan terdapat 6 isolat yang menghasilkan enteroksin. Uji selanjutnya adalah menguji isolat tersebut pada kemampuan toksinnya setelah dipanaskan. Terdapat 5 dari 6 isolat tersebut yang masih memiliki kemampuan sitolisis setelah dipanaskan.

Selanjutnya Estu menentukan satu kandidat dari isolat tersebut dan menguji enterotoksin serta bakteri vegetatifnya pada bayi mencit berusia enam hari. Bayi mencit diinfeksi melalui rute oral (cekok mulut) menggunakan sonde lambung khusus dan steril. Setelah 3 hari kemudian dilakukan pengambilan sampel organ mencit tersebut. "Hasil pengujian enteroksin murni dan enteroksin yang dipanaskan dan bakteri mengakibatkan enteritis (peradangan saluran pencernaan), sepsis (infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak). Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan metode hispatologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin.

Penelitian ini menyimpulkan di Indonesia terdapat susu formula dan makanan bayi yang terkontaminasi oleh E. Sakazakii yang menghasilkan enterotoksin tahan panas dan menyebabkan enteritis, sepsis dan meningitis pada bayi mencit. Dari hasil pengamatan histopatologis yang diperoleh masih dibutuhkan penelitian senada yang lebih mendalam untuk mendukung hasil penelitian tersebut. Sangat penting dipahami bahwa susu formula bayi bukanlah produk steril, sehingga dalam penggunaannya serta penyimpanannya perlu perhatian khusus untuk menghindari kejadian infeksi karena mengkonsumsi produk tersebut.

Estu secara pribadi telah menlihat langsung fasilitas salah satu perusahaan makanan dan susu formula dengan omzet terbesar di Indonesia. "Sebagian besar fasilitas tersebut telah memenuhi standar operasional prosedure perusahaan susu formula bayi, dan saat ini masih terus dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi tersebut," ujar Estu.

No comments: